PENDIDIKAN
KARAKTER DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Disusun guna memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah : Pendidikan Karakter
Dosen Pengampu :
Barnawi M.Pd
Disusun Oleh :
Fiki Atmaji S (40210047)
Imam Setyo S (40210056)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) ISLAM BUMIAYU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Terjadinya
tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, antara desa yang satu dengan
lainnya, antar umat Beragama yang saling menyerang satu sama lainnya karana alasan agamanya yang paling baik, korupsi semakin banyak dikalangan
pejabat, semua itulah yang mengindikasikan bahwa nilai–nilai yang ada didalam
masyarakat semakin luntur dan
nilai-nilai agama yang semakin memudar dari bangsa ini,dan jika dibiarkan
bangsa ini akan hancur. Itulah yang menyebabkan karakter dari bangsa Indonesia
yang semakin menurun kearah negatif.
Bertolak
dari realitas di atas, makalah ini akan membahas tentang pendidikan karakter dan lingkungan pendidikan, dimana lingkungan ini
sangat mempengaruhi karakter suatu anak agar kelak akan menjadi orang yang
mempunyai karakter yang positif dan teguh pada pendiriannya, agar hal-hal realitas tadi tidak akan terulang kembali,
dan bangsa ini akan mempunyai karakter yang kuat, tentunya dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila. Lingkungan pendidikan
disini sangat berperan membentuk karakter suatu anak. Apabila lingkungan
berfungsi sesuai perannya dalam membentuk karakter anak, khususnya lingkungan
keluarga maka akan terbentuk karakter anak yang diharapkan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa itu pendidikan karakter?
2. Apakah pendidikan karakter sama dengan pendidikan moral?
3. Apa saja lingkungan pendidikan?
4. Apa hubungan keluarga, masyarakat daan sekolah?
5. Bagaimana proses pembentukan karakter anak?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pendidikan Karakter
FW Foerster, seorang pedagog asal Jerman yang diyakini
oeh para sejarawan sebagai orang yang memperkenalkan pendidikan karakter.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Menurut Foerster, tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan
karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial subjek dengan perilaku dan sikap
hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang
mengualifikasi pribadi seseorang. Kerakter menjadi identitas mengatasi
pengalaman kontingen yang selalu berubah.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam ruang
lingkup keluarga, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
akibat dari keputusan yang ia buat.
Pengertian
pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik karakter
seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi lebih baik.
Sementara munurut Suyanto (2010) pendidikan karakter
adalah pendidikan budi pekerti plus,
yaitu melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), perasaan (feeling) dan tindakan
(action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidian karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan,
seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi inilah yang akan
menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena
seseorang lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan,
termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Sebagai
aspek terpenting dalam pembentukan karakter, pendidikan harus mampu mendorong
anak didik melakukan proses pendakian terjal. Itu karena dalam diri anak didik
terdapat dua dorongan esensial; yaitu dorongan mempertahankan diri dalam
lingkungan eksternal yang ditandai dengan perubahan cepat, serta dorongan
mengembangkan diri atau dorongan untuk belajar terus guna mencapai cita-cita
tertentu.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan
sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia
emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak
dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan
karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi
pertumbuhan karakter anak.
2.
Pendidikan Karakter dan Pendidikan Moral
Menurut T. Ramli (2003),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, dan jika di
masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika dalam kehidupan bernegara menjadi
warga negara yang baik. Adapun kriteria pribadi yang baik, warga masyarakat
yang baik, warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter
dalam konteks pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa itu sendiri, dalam rangka membina kepribadian
generasi muda.
3. Macam Lingkungan Pendidikan
1. Keluarga
Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat di
setiap tempat di dunia (universe). Dalam arti sempit, keluarga adalah unit
sosial yang terdiri atas dua orang (ayah dan ibu) atau lebih (ayah, ibu dan
anak) berdasarkan ikatan pernikahan, sedangkan dalam arti luas, keluarga adalah
unit sosial berdasarkan hubungan darah atau keturunan, yang terdiri atas
beberapa keluarga dalam arti sempit.
Salah
satu fungsi keluarga yaitu adalah melaksanakan pendidikan. Dan keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama dan yang paling utama. Dikatakan sebagai
pendidikan yang pertama karena anak mendapatkan pengaruh pendidikan dari dan
didalam keluarganya. Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena
sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya, namun
tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya.
Dalam
hal ini orang tua (ayah dan ibu) adalah pengemban tanggung jawab pendidikan
anak, dan atas kasih sayangnya orang tua mendidik anak. Selain mereka,
saudara-saudaranya yang sudah dewasa yang masih tinggal serumah pun akan turut
mempengaruhi bahkan mendidik. Apalagi dalam keluaga luas, kakek, nenek, paman,
bibi, bahkan pembantu rumah tangga pun turut serta bergaul dengan anak, mereka
juga akan turut mempengaruhi atau mendidik anak.
Proses pendidikan anak dalam keluarga berlangasung
secara alamiah, wajar dan berkelanjutan.
Pendidikan yang dilakukan dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi
dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa mendatang. Tujuan dari
pendidikan keluarga pada umumnya adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap,
bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Isi pendidikan dalam
keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.
2. Sekolah
Sekolah
adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja
dibangun dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan.
Sekolah
sebagai lingkungan pendidikan formal, dibagi atas tiga jenjang pendidikan,
pendidikan, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Di jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madarasah Tsanawiyah (MTs). Jenjang pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Sedangkan
pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, universitas, politeknik, sekolah
tinggi, dan institut yang merupakan kelanjutan dari jenjang pendidikan
menengah.
Tujuan
sekolah umumnya adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik dalam
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,
mahluk Tuhan, serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan berikutnya. Pada jenjang menengah dan perguruan tinggi, sekolah juga
bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan untuk dapat bekerja.
Sekolah memiliki dua fungsi yaitu
konservasi dan inovasi. Fungsi konservasi yaitu upaya-upaya sekolah dalam
rangka melestarikan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat. Sedangkan fungsi
inovasi adalah upaya-upaya sekolah dalam rangka melakukan pembaruan di dalam
masyarakat.
3. Masyarakat
Masyarakat
adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara terorganisasi, menempati
daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu.
Masyarakat merupakan pendidikan nonformal yang tidak terselengara secara
terstruktur dan berjenjang. Di dalam masyarakat, setiap orang akan memperoleh
pengalaman tantang berbagai hal, misal tentang lingkungan alam, tentang
hubungan sosial, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya.
Di
dalam masyarakat, setiap orang mempunyai status tertentu. Mereka belajar
tentang nilai-nilai dan peranan yang seharusnya mereka lakukan. Setiap orang
memperoleh pengalaman bergaul dengan anggota masyarakat lainnya di luar rumah
dan di luar lingkungan sekolah. Setiap penyimpangan tingkah laku akan
mendapatkan teguran agar segera disesuaikan. Sekalipun mungkin seseorang akan
memperoleh pengaruh yang tidak baik, tetapi di dalam masyarakat mereka juga
mempelajari hal-hak baik dan bermanfaat.
Di lingkungan masyarakat juga
setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari orang-orang
yang ada disekitarnya, baik dari teman sebayanya maupun orang dewasa melalui
interaksi sosial secara langsung atau tatap muka maupun secara tidak langsung
(lembaga masyarakat).
4.
Hubungan Keluarga, Masyarakat dan Lingkungan
Pada
masyarakat tradisional pendidikan cukup dilasanakan di lingkungan keluarga dan
masyarakat saja. Akan tetapi, dalam masyarakat modern, keluarga tidak dapat
lagi memenuhi semua kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik
menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk melaksanakan keterampilannya di dalam
masyarakat. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat berungsi untuk melengkapi
pendidikan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga. Namun demikian, tidak
berarti keluarga melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya.
Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di sekolah
dan masyarakat.
Peserta
didik di sekolah berasal dari berbagai keluarga dengan latar belakang sosial
budaya yang berbeda-beda. Sekolah mendapat mandat tugas dan tanggung jawab
pendidikan dari para orang tua masyarakat. Sebab itu, pendidikan di sekolah
tidak boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan aspirasi keluarga dan
masyarakat. Dalam melaksanakan pendidikannya, sekolah perlu bekerja sama dengan
para orang tua peserta didik dan masyarakat.
Dewasa ini, sekalipun pendidikan
sekolah adalah penting, tetapi sekolah tidak mampu memberikan keseluruhan
kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga belum (tidak) mampu menampung
seluruh anak usia sekolah. Karena itu, pendidikan di sekolah perlu dilengkapi,
ditambah, dan dikembangkan melalui lingkungan dalam masyarakat
5.
Pembentukan dan Perkembangan Karakter Anak
Karakter
akan terbentuk sebagai hasil pemahaman tiga hubungan yang pasti dialami setiap
manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri
(intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar) dan
hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut
akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan
keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan
cara anak melakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan
yang negatif dan peamahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan
positif. Untuk itu, perlu ditumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak
usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya
dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak
menekankannya baik secara langsung atau halus, dan seterusnya. Biasakan anak
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pilihan terhadap lingkungan
akan sangat menentukan pembentukan karakter anak.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha
pengembangan dan mendidik karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi
pekerti sehingga menjadi lebih baik.
Pendidikan budi pekerti melibatkan aspek
pengetahuan (kognitif), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Tanpa ketiga
aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan
karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan
menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi inilah yang akan menjadi bekal
penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang lebih
mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga
negara yang baik, dan jika di masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika
dalam kehidupan bernegara menjadi warga negara yang baik.
Dalam melaksanakan pendidikannya, sekolah perlu
bekerja sama dengan para orang tua peserta didik dan masyarakat agar proses
pembelajaran di sekolah berlangsung dengan baik. Sekalipun proses pendidikan di
sekolah adalah penting, tetapi sekolah tidak mampu memberikan keseluruhan
kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga belum (tidak) mampu menampung
seluruh anak usia sekolah. Karena itu, pendidikan di sekolah perlu dilengkapi,
ditambah, dan dikembangkan melalui lingkungan dalam masyarakat.
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman
tiga hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu
hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan
sosial dan alam sekitar) dan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (spiritual).
Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada
akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Agus Wibowo. (2012). Pendidikan Karakter, Strategi Membangun
Marakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
2.
Abdulah Munir. (2010). Pendidikan Karakter, Membangun Karakter
Sejak dari Rumah. Yogyakarta : Pedagogia.
3.
Din Wahyudin, dkk. (2008). Pengantar Pendidikan. Jakarta :
Universitas Terbuka.
4.
Novan Ardy. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Iman Dan Taqwa.
Yogyakarta :Teras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar