Jumat, 03 Mei 2013

Makalah Pendidikan Karakter dan Lingkungan pendidikan



PENDIDIKAN KARAKTER DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Description: C:\Users\user\Documents\stkip.jpg

Disusun guna memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah                : Pendidikan Karakter
Dosen Pengampu        : Barnawi M.Pd

Disusun Oleh :
Fiki Atmaji S (40210047)
Imam Setyo S (40210056)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) ISLAM BUMIAYU
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, antara desa yang satu dengan lainnya, antar umat Beragama yang saling menyerang satu sama lainnya karana alasan agamanya yang paling baik, korupsi semakin banyak dikalangan pejabat, semua itulah yang mengindikasikan bahwa nilai–nilai yang ada didalam masyarakat semakin luntur dan  nilai-nilai agama yang semakin memudar dari bangsa ini,dan jika dibiarkan bangsa ini akan hancur. Itulah yang menyebabkan karakter dari bangsa Indonesia yang semakin menurun kearah negatif.
Bertolak dari realitas di atas, makalah ini akan membahas tentang pendidikan karakter dan lingkungan pendidikan, dimana lingkungan ini sangat mempengaruhi karakter suatu anak agar kelak akan menjadi orang yang mempunyai karakter yang positif dan teguh pada pendiriannya, agar hal-hal realitas tadi tidak akan terulang kembali, dan bangsa ini akan mempunyai karakter yang kuat, tentunya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Lingkungan pendidikan disini sangat berperan membentuk karakter suatu anak. Apabila lingkungan berfungsi sesuai perannya dalam membentuk karakter anak, khususnya lingkungan keluarga maka akan terbentuk karakter anak yang diharapkan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu pendidikan karakter?
2.      Apakah pendidikan karakter sama dengan pendidikan moral?
3.      Apa saja lingkungan pendidikan?
4.      Apa hubungan keluarga, masyarakat daan sekolah?
5.      Bagaimana proses pembentukan karakter anak?


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pendidikan Karakter
FW Foerster, seorang pedagog asal Jerman yang diyakini oeh para sejarawan sebagai orang yang memperkenalkan pendidikan karakter.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut Foerster, tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi pribadi seseorang. Kerakter menjadi identitas mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam ruang lingkup keluarga, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi lebih baik.
Sementara munurut Suyanto (2010) pendidikan karakter adalah pendidikan  budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidian karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi inilah yang akan menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Sebagai aspek terpenting dalam pembentukan karakter, pendidikan harus mampu mendorong anak didik melakukan proses pendakian terjal. Itu karena dalam diri anak didik terdapat dua dorongan esensial; yaitu dorongan mempertahankan diri dalam lingkungan eksternal yang ditandai dengan perubahan cepat, serta dorongan mengembangkan diri atau dorongan untuk belajar terus guna mencapai cita-cita tertentu.
Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.
2.      Pendidikan Karakter dan Pendidikan Moral
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, dan jika di masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika dalam kehidupan bernegara menjadi warga negara yang baik. Adapun kriteria pribadi yang baik, warga masyarakat yang baik, warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa itu sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.


3.      Macam Lingkungan Pendidikan
1.      Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat di setiap tempat di dunia (universe). Dalam arti sempit, keluarga adalah unit sosial yang terdiri atas dua orang (ayah dan ibu) atau lebih (ayah, ibu dan anak) berdasarkan ikatan pernikahan, sedangkan dalam arti luas, keluarga adalah unit sosial berdasarkan hubungan darah atau keturunan, yang terdiri atas beberapa keluarga dalam arti sempit.
Salah satu fungsi keluarga yaitu adalah melaksanakan pendidikan. Dan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan yang paling utama. Dikatakan sebagai pendidikan yang pertama karena anak mendapatkan pengaruh pendidikan dari dan didalam keluarganya. Sedangkan dikatakan sebagai pendidikan yang utama karena sekalipun anak mendapatkan pendidikan dari sekolah dan masyarakatnya, namun tanggung jawab kodrati pendidikan terletak pada orang tuanya.
Dalam hal ini orang tua (ayah dan ibu) adalah pengemban tanggung jawab pendidikan anak, dan atas kasih sayangnya orang tua mendidik anak. Selain mereka, saudara-saudaranya yang sudah dewasa yang masih tinggal serumah pun akan turut mempengaruhi bahkan mendidik. Apalagi dalam keluaga luas, kakek, nenek, paman, bibi, bahkan pembantu rumah tangga pun turut serta bergaul dengan anak, mereka juga akan turut mempengaruhi atau mendidik anak.
Proses pendidikan anak dalam keluarga berlangasung secara alamiah, wajar  dan berkelanjutan. Pendidikan yang dilakukan dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa mendatang. Tujuan dari pendidikan keluarga pada umumnya adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Isi pendidikan dalam keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.


2.      Sekolah
Sekolah adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja dibangun dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan.
Sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal, dibagi atas tiga jenjang pendidikan, pendidikan, pendidikan menengah, dan  pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madarasah Tsanawiyah (MTs). Jenjang pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Sedangkan pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, universitas, politeknik, sekolah tinggi, dan institut yang merupakan kelanjutan dari jenjang pendidikan menengah.
Tujuan sekolah umumnya adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, mahluk Tuhan, serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Pada jenjang menengah dan perguruan tinggi, sekolah juga bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan untuk dapat bekerja.
Sekolah memiliki dua fungsi yaitu konservasi dan inovasi. Fungsi konservasi yaitu upaya-upaya sekolah dalam rangka melestarikan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat. Sedangkan fungsi inovasi adalah upaya-upaya sekolah dalam rangka melakukan pembaruan di dalam masyarakat.
3.      Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara terorganisasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu. Masyarakat merupakan pendidikan nonformal yang tidak terselengara secara terstruktur dan berjenjang. Di dalam masyarakat, setiap orang akan memperoleh pengalaman tantang berbagai hal, misal tentang lingkungan alam, tentang hubungan sosial, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya.
Di dalam masyarakat, setiap orang mempunyai status tertentu. Mereka belajar tentang nilai-nilai dan peranan yang seharusnya mereka lakukan. Setiap orang memperoleh pengalaman bergaul dengan anggota masyarakat lainnya di luar rumah dan di luar lingkungan sekolah. Setiap penyimpangan tingkah laku akan mendapatkan teguran agar segera disesuaikan. Sekalipun mungkin seseorang akan memperoleh pengaruh yang tidak baik, tetapi di dalam masyarakat mereka juga mempelajari hal-hak baik dan bermanfaat.
Di lingkungan masyarakat juga setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari orang-orang yang ada disekitarnya, baik dari teman sebayanya maupun orang dewasa melalui interaksi sosial secara langsung atau tatap muka maupun secara tidak langsung (lembaga masyarakat).
4.      Hubungan Keluarga, Masyarakat dan Lingkungan
Pada masyarakat tradisional pendidikan cukup dilasanakan di lingkungan keluarga dan masyarakat saja. Akan tetapi, dalam masyarakat modern, keluarga tidak dapat lagi memenuhi semua kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk  melaksanakan keterampilannya di dalam masyarakat. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat berungsi untuk melengkapi pendidikan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga. Namun demikian, tidak berarti keluarga melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di sekolah dan masyarakat.
Peserta didik di sekolah berasal dari berbagai keluarga dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda. Sekolah mendapat mandat tugas dan tanggung jawab pendidikan dari para orang tua masyarakat. Sebab itu, pendidikan di sekolah tidak boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan aspirasi keluarga dan masyarakat. Dalam melaksanakan pendidikannya, sekolah perlu bekerja sama dengan para orang tua peserta didik dan masyarakat.
Dewasa ini, sekalipun pendidikan sekolah adalah penting, tetapi sekolah tidak mampu memberikan keseluruhan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga belum (tidak) mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Karena itu, pendidikan di sekolah perlu dilengkapi, ditambah, dan dikembangkan melalui lingkungan dalam masyarakat
5.      Pembentukan dan Perkembangan Karakter Anak
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman tiga hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar) dan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak melakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan peamahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, perlu ditumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekankannya baik secara langsung atau halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pilihan terhadap lingkungan akan sangat menentukan pembentukan karakter anak.


BAB III
KESIMPULAN
Pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha pengembangan dan mendidik karakter seseorang, yaitu kejiwaan, akhlak dan budi pekerti sehingga menjadi lebih baik. Pendidikan  budi pekerti melibatkan aspek pengetahuan (kognitif), perasaan (feeling) dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi inilah yang akan menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik, dan jika di masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika dalam kehidupan bernegara menjadi warga negara yang baik.
Dalam melaksanakan pendidikannya, sekolah perlu bekerja sama dengan para orang tua peserta didik dan masyarakat agar proses pembelajaran di sekolah berlangsung dengan baik. Sekalipun proses pendidikan di sekolah adalah penting, tetapi sekolah tidak mampu memberikan keseluruhan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga belum (tidak) mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Karena itu, pendidikan di sekolah perlu dilengkapi, ditambah, dan dikembangkan melalui lingkungan dalam masyarakat.
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman tiga hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar) dan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Agus Wibowo. (2012). Pendidikan Karakter, Strategi Membangun Marakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
2.      Abdulah Munir. (2010). Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Sejak dari Rumah. Yogyakarta : Pedagogia.
3.      Din Wahyudin, dkk. (2008). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.
4.      Novan Ardy. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Iman Dan Taqwa. Yogyakarta :Teras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar